Ketika Cinta Harus Dilafadzkan
Widayanti
adalah cewek muslimah dan sholeah, orangnya cantik, pediam namun banyak senyum.
Kami sudah lama tidak bertemu, mungkin kira-kira sudah hampir 4 tahun lamanya.
Pada waktu itu aku silaturrohim di rumah temanku, kebetulan rumahnya harus
melewati rumah Yanti. Dengan mengendarai sepeda motor matic aku menuju rumah
temanku, namun setelah sampai di depan rumah Yanti dengan jelas terlihat dengan
memakai jilbab bewarna jingga dia sedang bersama anak kecil, seketika itu tampak
senyum manis yang terbias dari bibir mungilnya, serentak aku membalas dengan
senyuman. Namun pada waktu itu kami tidak sempat berkomunikasi hanya sebatas
sapa-menyapa itupun cuma berbalas senyum saja.
Dengan
perasaan penuh tanya kulewati rumah Yanti, rasa penasaran menghinggapi dalam
benakku ”siapakah anak kecil yang bersaman Yanti itu?’ tanyaku dalam hati. Tak
terasa rupanya sudah sampai depan pintu gerbang rumah temanku. Aku ucapkan
salam, dan dari dalam rumah temanku pun menjawab salam dariku, kemudian aku
dipersilahkan masuk kerumahnya. Canda gurau menyelimuti pertemuan kita, maklum
sudah 4 tahun kami tidak bertemu, karena aku baru 2 hari dikampung selepas
pulang dari Yogyakarta untuk kuliah di sana.
Tanpa
sungkan-sungkan aku bertanya “ Abidin... bagaimana kabar si Yanti, tadi aku
lihat dia bersama anak kecil, apa dia sudah menikah?”. Kemudian Abidin pun
menjawab “Belum ah... setahu aku dia baru putus dari pacarnya”.
“Alhamdulillah...” sahutku dengan cepat. “Lho kok alhamdulillah, jangan-jangan
kamu naksir lagi sama Yanti?” jawab Abidin. Dalam hati berkata “tahu saja si
Abidin ini ya...”. “Yaudah ini nomor Yanti, nanti kamu bisa telfonan sama dia”
kata Abidin. “Duh... terima kasih banyak Din... kamu memang sahabatku yang
pengertian” Jawabku. “Itulah gunanya sahabat” sahut Abidin. Tak sabar rasanya
ingin aku menelfon Yanti, dengan segera aku berpamitan kepada Abidin untuk izin
pulang karena hari sudah mulai senja dan akan turun hujan.
Sesampainya
di rumah selesai sholat Isya, segera aku pencet nomor Yanti, sekali telfonku
memanggil namun tidak ada jawaban. Dalam hati mulai menggerutu “apa mungkin
Abidin mengerjai aku ya’, kemudian sekali lagi aku coba tuk memanggil nomor Yanti,
dan terdengar suara yang menurutku sangat merdu “Assalamualaikum” dengan
cepatnya aku menjawab salamnya. Rupanya ini benar-benar suara Yanti, ternyata
suara dia belum berubah masih sama seperti 4 tahun yang lalu, ketika itu dia
masih kelas III SMP kami sempat menjalin cinta namun hubungan kami kandas
karena aku harus Hijrah ke Yogyakrta untuk kuliah di sana. Aku tanya kabar Yanti
kemudian dia menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya, bahwa dia
mengalami kegagalan cinta, padahal dia sudah menjalin hubungan selama kurang
lebih 4 tahun. Entah apa sebab musebabnya saya tidak terlalu ikut campur, yang
jelas saat ini aku merasa gembira karena dapat mendengar kembali suara Yanti
yang sudah 4 tahun lamanya tak pernah ku dengar.
Tanpa rasa
canggung aku katakan cinta padanya, namun dia menjawab bahwasanya memang dia
masih sayang denganku, namun dia tidak bisa menerimaku kembali kalau cuma untuk
main-main saja, ya mungkin dia masih trauma dengan kegagalan cinta yang pernah
ia alami. Aku berfikir mungkin kata-kata Yanti bilang sayang padaku adalah
sebagai trik saja biar aku tak sakit hati. Dengan semangat yang tinggi aku
ucapkan kepadanya “Aku serius padamu Yanti..”, kemudian dia mengatakan bahwa
cinta itu tidak hanya dilafadzkan saja melainkan harus dibuktikan, aku kurang
faham dengan apa yang dia katakan, kemudian aku suruh dia untuk menjelaskan
lebih dalam lagi. Kemudian dia memberikan syarat yang harus penuhi, persyaratan
yang dia berikan menurutku sangat berat karena, yang pertama aku harus
mengatakan cinta di depan kedua orang tuannya, kedua selama berpacaran tidak
boleh menyentuhnya apalagi menciumnya, ketiga datang kerumah cuma boleh
seminggu sekali yaitu pada malam Minggu.
Yanti fikir aku adalah laki-laki yang tidak
tanggung jawab dan takut menghadapi orang tuanya yang terkenal sangat killer di
sekeliling lingkungannya. Dengan semangat yang membara aku langkahkan kaki
menuju rumah Yanti, ku ketuk rumah dia dan kuucapkan salam, dari dalam
terdengar jawaban salam. Aku dengan sopan masuk kerumah Yanti kemudian
dipersilahkan untuk duduk. Berbincang-bincang dengan orang tua Yanti selama 10
menit menurutku sudah menurunkan efek nerfes. Dengan nada rendah aku katakan
kepada orang tua Yanti “bahwasanya saya sangat menyayangi Yanti dan malam ini
juga atas izin Allah swt. saya melamar Yanti untuk menjadi istri saya dan
formalnya besok orang tua saya akan menemui bapak. Sungguh kagetnya bukan
kepayang baik Yanti maupun orang tua Yanti mendengar kata-kata ku. Terdiam
sejenak orang tua Yanti dan wajah anggun Yanti yang awalnya merona bak bulan
purnama terlihat memerah, setelah aku tunggu 5 menit akhirnya bapak Yanti
menyetujui lamaranku. Terlihat senyum merona dari bibir mungil Yanti menandakan
kebahagian menyelimuti hatinya.
No comments:
Post a Comment